Wednesday, May 27, 2009

Masih Banyak Perusahaan Kimia Tidak Pedulikan Limbah B3

Dari 400 perusahaan (industri) kimia di Indonesia, baru 50 persen yang telah mengelola limbahnya secara relatif baik. Sebagian lagi, belum mengelola limbah berupa bahan berbahaya dan beracun (B3) mereka sesuai standar aturan yang berlaku dan bahkan masih menggunakan cara-cara konvensional.

Data tersebut dilansir Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Pengelolaan Lingkungan Hidup Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Masnellyarti Hilman, di Jakarta, Selasa (11/3). Pernyataan itu dilontarkan berkaitan dengan rencana penyelenggaraan Responsible Care Award 2003 oleh Komite Nasional Responsible Care Indonesia (KN-RCI).

Masnellyarti tidak memerinci lebih jauh perusahaan-perusahaan itu baik yang pemodalnya dari dalam negeri maupun asing. Secara umum ia menyebutkan presentasenya berimbang antara yang patuh dan tidak patuh dalam mengelola limbah mereka se-suai standar. "Umumnya yang patuh itu memang perusahaan berskala multinasional. Tetapi, di sisi lain masih banyak juga kasus pelanggaran yang justru dilakukan oleh perusahaan besar, terutama pencemaran akibat pembuangan limbah B3,” katanya.

Industri kimia mulau dikenal di Indonesia pada tahun 1970. Sementara peraturan perundang-undangan yang mengatur pengelolaan limbah B3 baru dimiliki tahun 1994. Pada 1980-an banyak perusahaan kimia di Jakarta yang kebingungan membuang limbah B3 agar tidak merusak lingkungan. "Jadi, inisiatifnya memang muncul dari kalangan pengusaha itu sendiri. Artinya, banyak juga pengusaha yang sebenarnya peduli terhadap masalah lingkungan,” ungkap Masnellyarti.

Dia akui bahwa informasi mengenai standar pengelolaan limbah tersebut masih sangat minim. Informasi ini belum sepenuhnya sampai kepada kalangan pengusaha, terutama menengah dan kecil. Itu sebabnya, kasus pelanggaran hukum lingkungan masih banyak. Dia sebutkan bahwa sebagian besar pengusaha menengah dan kecil sama sekali belum memahami soal sertifikasi (ISO 14.000). Sertifikasi ini diberikan kepada perusahaan yang telah peduli terhadap lingkungan dan mengelola limbahnya secara benar. Karena itulah, Komite Nasional Responsible Care Indonesia diharapkan dapat memperluas kegiatannya dengan menjangkau anggota yang lebih luas lagi, terutama kalangan industri menengah dan kecil, penyelamatan lingkungan hidup dapat lebih ditingkatkan.

Delapan Perusahaan

Sementara itu, Dadang R Thiar dari Komite tersebut menjelaskan pemberian Responsible Care Award merupakan yang pertama. Komite itu didirikan tahun 1996. Penghargaan akan diberikan kepada delapan perusahaan kimia ternama. Penghargaan dibagi dalam empat kategori, yakni Community Awareness and Emergency Response Code (PT BASF Indonesia dan PT Mitsubishi Chemical Indonesia), Process Safety Code (PT Dow Chemical Indonesia dan PT Pupuk Sriwijaya Indonesia), Pollution Prevention Code (PT Dupont Agricultural Products Indonesia dan PT Bayer Urethane Indonesia), serta Distribution Code (PT ICI Paint Indonesia dan PT Petrokimia Gresik).

Dadang mengungkapkan, dari 400 perusahaan kimia di Indonesia, baru 62 yang menjadi anggota Komite. Dia akui kegiatan yang dilakukan Kmite masih belum optimal. Hal ini disebabkan semua pengurus yang aktif di komite belum bisa sepenuhnya bekerja mengembangkan program yang telah disepakati.

"Kami juga harus menyelesaikan tugas di perusahaan masing-masing. Kadang kami bingung, harus menyelesaikan yang mana dulu, urusan kantor atau kegiatan ini. Diharapkan, tahun ini akan ada pengurus komite dapat bekerja penuh,” katanya. Komite menargetkan menjaring 100 perusahaan sebagai anggota tahun ini. Disebutkan pula bahwa, pemberian Responsible Care Award bukan semata-mata kontes antarperusahaan. Kegiatan ini dimaksudkan agar semakin banyak perusahaan kimia yang peduli terhadap prinsip-prinsip responsible care. (HD/E-5)

No comments:

Post a Comment